Halaman

Sabtu, 08 Desember 2012

Romantisme

Romantisme? Apa itu? Aku terlalu malas untuk membuka kamus bahasa untuk mencari makna katanya menurut bangsa ini. Aku juga terlalu malas membuka lembaran buku yang belum selesai ku baca. "Anatomi Cinta". Buku yang berisi tulisan-tulisan ahli di bidang ini. Ahli menurut mereka yang merasa memiliki wewenang ilmiah untuk memutuskannya. Bahkan aku terlalu malas untuk mengetik keyword di google dengan jaringan yang tengah berjalan perlahan ini. Selain karena modem yang aku gunakan memang sudah sepantasnya lemot dengan kuota minimal yang ku gunakan setiap bulannya, di luar pun hujan mengajari manusia untuk tidak hanya meminta kala perlu, tapi juga bersyukur kala diberi meski tak mengharapnya. Dan selain itu, memang hal yang minimal itu tengah ku gunakan untuk menambah koleksi laguku. Yah di waktu yang sangat jarang ku dapatkan, kelonggaran waktu karna libur. Aku mengunduh beberapa lagu soundtrack  di film terakhir yang ku tonton di  bioskop. Breaking Down part 2.
Romantisme, jadi apakah kata ini? Sebenarnya aku bukan orang yang tertarik akan kata ini, namun setelah semalam selesai melepas rindu melalui teknologi, telponan dengan seseorang di Jakarta. Kata-kata ini dikeluarkannya. Romantis.
Bukan, bukan kata bahwa aku adalah orang yang romantis, namun justru kebalikannya. Bahwa aku bukanlah orang yang romantis pada kenyataannya. Aku adalah orang yang tidak seperti itu, pada kenyataannya. Pada keadaan sesungguhnya, pada realnya. Dan pada apapun lagi yang mampu untuk mewakili keadaan itu. Keadaan yang benar.
Tidak seperti yang orang-orang pikirkan terhadapku sepertinya. Begitu katanya.
Dan aku kembali berpikir, apakah romantisme itu?
Apakah karna aku suka membuat kata-kata lalu aku telah menjelma menjadi orang yang romantis? Aku tidak tahu dan tidak mengerti. Karna aku memang hanya menyukai kata-kata pujian, kata-kata yang mungkin untuk beberapa orang aku mampu mengekspresikan tidak hanya melalui gerakku namun juga kataku. Dan itu spesial?
Padahal lebih dari itu, atau justru itu terlalu berlebihan. Karna nampaknya aku adalah orang yang lebih piawai dalam berkata, karna kata jauh lebih jujur menurutku dari pada tindakanku. Tindakanku. Aku tidak akan berani untuk berkata mewakili orang lain, karna pada kenyataannya memang ada pula yang yang justru kebalikannya. Orang yang tidak mampu untuk mengungkapkan dalam kata, namun tindakan jauh lebih mewakilinya.
Dan yang mana yang lebih baik? Sekali lagi aku bukanlah orang yang pantas untuk memutuskannya. Karna lebih dari kata dan tindakan yang mungkin terlihat, aku memiliki keyakinan sendiri yang lebih penting di banding romantisme itu sendiri dalam suatu kehidupan. Kehidupan dengan hubungan.
Komitmen, yang tulus dari hati dan pikiran. Itulah yang ku pikirkan jauh lebih penting dan masih sangat aku pegang teguh dalam hidupku.
Tapi apakah itu cukup? Aku tidak tahu dan memang tidak terlalu berani meyakininya sendirian. Karna akan sangat naif untuk memaksakan kehendak orang untuk sepemikiran seperti yang ada pada diri kita.
Namun lebih dari itu, yang aku ingin katakan padanya adalah,
"Ini aku sayang, aku seperti ini, laku ku tak selalu kan membuatmu tersenyum, merasa slalu tersanjung dan menjadi orang yang paling spesial di dunia. Namun apapun diriku, apa yang ku lakukan, apa yang mampu ku tuliskan. Ada yang lebih romantis dari semua itu, adalah hatiku. Hati yang selalu menempatkan dirimu sesuai tempatnya. Aku tak kan bertanya-tanya pada Tuhan apa kau adalah tulang rusukku, karna aku tahu aku yang memilihnya, dan Tuhan pasti kan merestui itu. Seperti yang pernah kau katakan bukan? Dan iya sayang, inilah kebenarannya. Aku sungguh mencintaimu. I'm here to stay"

Tidak ada komentar:

Posting Komentar