Aku tidak tahu apa yang sangat ingin ku tulis lagi mengenai
perjalanan ini. karena aku mulai bingung pada alur yang digariskan Tuhan
padaku. Kebingungan ini bukan tanpa sebab, jelas semua dikarenakan
karna "modus operandi" dari Tuhan yang sangat tidak bisa ditebak, yaitu
merubah hati manusia. dan kini aku yang tengah menjadi korban dari Garis
Takdir yang telah ada.
Liku hidup ini dalam sebuah
ruang lingkup hati, yang mereka namakan "Cinta". aku yakin setiap orang
pernah merasakannya, sesuai dengan keadaan dan tingkatan usia yang ada
padanya, namun yang ingin ku ceritakan bukanlah Cinta pada keluarga,
karena menurutku hal itu tidak akan tergerus pada keadaan. Dan tidak
akan terhapus oleh waktu. Bukan pula cinta oleh anak kecil pada barang
yang disukainya, karena dengan perjalanan pikirannya akan membuatnya
bertambah memahami hakikat dari benda, dan mengalami peningkatan "Objek"
yang akan disukainya.,
Yang ingin ku adukan adalah
cinta ketika kita mulai beranjak baligh. dan merasakan cinta pada lawan
jenis yang umumnya sepantaran dengan kita (sepantaran dalam definisi
masing2). Dan inilah yang tengah terjadi saat ini, kepadaku.
Aku
bukanlah orang yang baru mengenal cinta untuk tahap ini, namun jelas
bisa kukatakan, aku adalah orang yang baru merasakan sakitnya mencintai
oleh tahap seperti ini.
Ini bukan hanya soal mencintai
pada saat kita meyakini bahwa dia sempurna, tapi bagiku ini adalah soal
mencintai dan mempertahankan kesetiaan yang telah tersumpah. Semenjak
mengucap ikrar tuk saling merasakan rasa ini, ditunjukkan kenyataan
bahwa pasangan kita sangat tidak sempurna dipandangan kita maupun
orang-orang terdekat kita, Hingga saat kita menyadari bahwa untuk
mempertahankan semuanya akan banyak yang harus dikorbankan.
Itulah yang aku sebut dengan cinta dan kesetiaan.
Bukan
soal kita setia karena kita tengah merasakan indahnya cinta, karena itu
adalah hal yang lumrah pada tiap manusia yang tengah merasakan
manis-manisnya.
Tapi intinya adalah bagaimana kita
tetap bertahan setia saat kita sedang tergerus keadaan, yang
mengharuskan kita menghadapi sebuah persimpangan. Antara dua pilihan:
1. Mempertahankan apa yang telah, sedang, dan akan kita rasakan, atau
2. Memilih tuk berlalu dan berpikir bahwa Tuhan yang telah membuat kita tidak bisa bersatu
Karena
jika bertanya padaku aku jelas tahu apa yang akan kupilih, aku akan
sangat berjuang tuk membuat semua janji dan sumpah setia tuk saling
mengikat diri menjadi sebuah kenyataan. Bukan hanya kata-kata saat
tengah bahagia, lalu melupakan dan mencari gantinya saat "prospek" yang
diharapkan mulai suram.
Karena itulah hakikat dari sebuah perjuangan demi cinta.
Bukan soal jodoh yang telah digariskan Tuhan, karena anak kecil juga tahu mengenai hal itu.
Tapi
yang harus dipikirkan adalah bagaimana kita memperjuangkan jodoh kita
itu menjadi kenyataan. Meski tantangan yang akan dihadapi mungkin akan
sangat menyakitkan hati.
Tapi itulah perjuangan soal cinta...
Semua
orang sangat ingin untuk bahagia, dalam menghadapi kehidupannya, namun
apabila dalam perjalanan cintanya terdapat sandungan, apakah lumrah jika
berpaling pada cinta itu kemudian mencari pelabuhan yang lain? seakan
cinta seperti sebuah baju yang indah.
Pada saat kita
baru memiliki, akan sangat terbayang-bayang dalam pikiran kita, tak
ingin diganti meski sudah berhari-hari tidak dicuci. Namun dengan
berjalannya waktu, saat baju mulai terlihat kusam, atau sudah tidak muat
lagi. Kita bisa dengan mudahnya untuk membeli baju yang lain...
Ini
adalah masalah hati, kesetiaan yang seharusnya menjadi harga mati.
Bukan kesetiaan saat kita merasa pas dengan suasana hati. Cinta
seharusnya dijadikan pegangan, bukan hanya dijadikan patokan.'
Saat pertama kali berikrar tuk setia, maka jalankan semua karena ikrar itu bukan sekedar simbolitas belaka.
Tanpa
memahami semuanya, maka menurutku sangat yakinlah bahwa kita tidak
pernah akan mengerti kesucian dari sebuah komitmen dan cinta.
Semoga aku, kalian, dan mereka adalah orang-orang yang bisa menghargai hakikat dari cinta dan kesetiaan.
Dan
aku, tengah menjadi korban atas pemikiranku sendiri terhadap cinta dan
kesetiaan. Karena aku memilih tuk setia, atas semua kejadian dan keadaan
yang telah digariskan Tuhan padaku.
Pada saat semua
keadaan telah berubah, aku masih memegang teguh semua janji-janji yang
pernah kuucapkan, masih mengingat jelas tiap detail apa yang pernah
terjadi.
Aku masih saja mempertahankan cinta dan
kesetiaan yang pernah ku ikrarkan padanya. Bahkan memaksakan diri serta
dirinya untuk memperjuangkan kembali semua rasa dan kenangan yang pernah
terjadi...
Meski ternyata hanya aku saja yang ingin berjuang...
Dan semuanya menjadi tusukan pedang yang teramat sakit pada saat ini.
Karena dia jelas tidak memahami semua itu lagi, "Keadaan telah berubah", katanya.
Namun tidak bagiku,....
dan
sekarang aku hanya bisa berdamai dengan kehidupan, menikmati tiap rasa
sakit yang ada. Mencoba mencari jawaban pada Tuhan, meski entah mengapa
tak kunjung ditunjukkanNya padaku.
Aku tidak tahu lagi
apa yang akan terjadi esok, bahkan satu jam setelah ini. Mungkin rasa
sakitku akan menutupi seluruh ruang hati yang sebelumnya telah
kutempatkan namanya, atau mungkin justru terisi oleh lubang benci karena
semua terjadi pada saat aku telah meyakininya.
Hanya
satu keinginan yang pasti, aku ingin menemukan keikhlasan itu, hingga
meski sakit ini tak jua hilang, sangat ingin aku tetap bisa berbahagia
mengetahui dia telah menemukan prasasti janjinya yang baru.
Entah sampai kapan, "semua hanya masalah waktu", katanya.
1 hari telah lewat, 1 minggu juga sudah. sakit itu masih tetap terasa.
1 bulan, bahkan berkurangpun tidak...
1 bulan lagi, 3 bulan, 1 tahun....
10 tahun.....
atau mungkin harus seumur hidup semua sakit ini akan bersarang dalam hatiku.
Entahlah.....
Mungkin esok kan Tuhan tunjukkan jawaban padaku....
"Nazwarikzan" 11_5_09
Tidak ada komentar:
Posting Komentar